Minggu, 22 Februari 2009

sejarah islam di indonesia

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar). Mencari Asal-usul Kitab Suci

________________________________________
1. DUNIA YAHUDI KUNO
1. Istilah 'Semit', dipakai untuk menggambarkan bangsa yang berhubungan dengan bangsa Ibrani dan bahasa-bahasa mereka, pertama kali diperkenalkan oleh A. L. Schlozer dalam tahun 1781. Istilah ini berasal dari kata Shem (sm) dalam Bibel, putra Nabi Nuh dan yang dianggap sebagai leluhur orang-orang Israil dan bangsa-bangsa lain menurut Bibel. Bibel Ibrani berbicara mengenai bangsa-bangsa keturunan Shem tanpa menggambarkan mereka sebagai orang-orang 'Semit'.
2. Bahasa tersebut mungkin disebut dengan nama ini pada masa silam. Sebuah sebutan Bibel, yaitu Yesaya 19:18, menyebutkan 'bahasa Kanaan' (spt kn'n), agaknya berarti bahasa Ibrani.
3. Kemudian akan ditunjukkan melalui analisa toponimis bahwa tanah Kanaan menurut Bibel terletak di sisi maritim Asir, bukan di Palestina dan pesisir Suria, seperti yang biasanya diduga. Mendasarkan hampir sebagian besar argumentasi mereka pada bukti-bukti dalam Bibel, yang ditafsirkan dengan salah, para ahli telah menganggap bahwa bangsa Aramaea (Aram) pada mulanya merupakan penghuni daerah Suria bagian utara di sebelah barat sungai Efrat. Namun, sebuah penelitian kembali atas bukti-bukti menurut Bibel menunjukkan kepada kita bahwa yang disebut oleh Bibel Ibrani sebagai Aram (konsonan 'rm) sebenarnya adalah Arabia Barat. Aram Naharim ('rm nhrym, Kejadian 28:2 dan sebagainya), contohnya, jelas bukan Mesopotamia, tetapi merupakan Naharin (nhryn) kini di dekat Taif (al-Ta'if), di Hijaz bagian selatan. Maka dari itu, kita harus menyimpulkan bahwa Paddan-aram (pdn 'rm, Kejadian 28:2 dan sebagainya) adalah Dafinah (dpn) di dekatnya, di daerah sekitar Mekah, bukan Mesopotamia. Begitu pula beberapa nama yang lain yang oleh Bibel Ibrani diasosiasikan dengan Aram Beth-rehob, Aram Zobah dan bahkan Damaskus (Dha Misk di Arabia Barat, atau d msk, bandingkan dengan kata Ibrani dmsq) - mungkin kini dapat ditemui namanya di Hijaz dan Asir. Wadi Waram (wrm) juga memakai nama Aram kuno di sana. Kebetulan juga, Iram ('rm, Qur'an 89:7) di dalam Qur'an, sebagai nama tempat, secara konsonan sama dengan Aram dalam Bibel, yang juga adalah 'rm. Qur'an menghubungkan tempat ini dengan Dhat al-'Imad. Al-'Imad kini merupakan sebuah desa di dataran tinggi Zahran (Zahran), sebuah daerah di sebelah selatan Taif, dan di sini sebuah daerah Aram setempat bertahan sebagai desa Aryamah ('rym). Terus-terang saja, kita tidak dapat mengatakan dengan pasti sampai seberapa jauh luas tanah di Arabia Barat menurut Bibel itu, tetapi tanah ini jelas mencakup daerah-daerah selatan Hijaz.
4. Zellig S. Harris, A Grammar of the Phoenician Language (New Haven, Conn., 1936), halaman 7, catatan 29. Harris menyebutkan bukti-bukti selanjutnya yang menandakan bahwa bangsa Funisia (Phoenicia), di sepanjang pantai Suria dan di tempat-tempat lain, sebenarnya menyebut diri mereka bangsa Kanaan.
5. Bukti Herodotus mengenai hal ini, seperti mengenai hal-hal lain yang berkenaan dengan sejarah Timur Dekat kuno, biasanya tidak ditanggapi dan dianggap tidak berharga oleh para sejarawan dan para ahli purbakala modern di daerah itu. Tentunya mereka secara sombong memperlakukannya dengan demikian, karena bukti-bukti ini tidak cocok dengan anggapan-anggapan mereka yang sebagian besar berdasarkan pada penafsiran yang salah atas bahan-bahan geografis dan topografis Bibel Ibrani. Gagasan bahwa Laut Merah Herodotus bukanlah Laut Merah, melainkan Teluk Parsi tidak perlu dipercaya, karena hanya sedikit sekali bukti yang ada guna mendukungnya.
6. Herodotus (2:44) melaporkan, mengenai kekuasaan pendeta-pendeta kota Funisia Tyre pada zamannya, bahwa kota ini didirikan 2.300 tahun sebelumnya.
7. Tyre menurut Bibel (bahasa Ibrani sr) bukanlah sebuah kota di tepi 'laut' (bahasa Ibrani ym), tetapi apa yang kini merupakan oase utama Zur (zr), yang bernama Zur al-Wadi'ah, di wilayah Najran, berdiri di ujung daerah Yam (ym), berbatasan dengan gurun Arabia Tengah. 'Kapal-kapal'-nya (bahasa Ibraninya ialah 'wnywt) sebenarnya adalah kafilah-kafilah binatang beban (bahasa Arabnya 'nyt, 'kantung-kantung pelana'), dan tempat-tempat mereka berdagang dapat dikenali melalui nama-nama mereka di pelbagai bagian Arabia. Kitab Bibel berbicara mengenai Raja Hiram (hyrm) dari sr, atau 'Tyre'; tidak ada raja kuno dengan nama ini yang diakui untuk kota Tyre di Libanon, karena nama Phoenicia Ahiram (hrm bukan hyrm) adalah seorang raja Byblos, yang merupakan tempat yang lain samasekali Gebal (gbl atau qbl) termasuk dalam nama-nama tempat yang sering dipakai di Arabia Barat, sebuah Gebal tertentu, dekat Tyre Bibel, adalah Al-Qabil (qbl), di wilayah Najran. Arwad di Arabia Barat kini adalah Riwad (rwd), di dataran tinggi Asir; Sidon dalam Bibel dibahas dalam Bab 4. Menurut para ahli Geografi Arab, Lubaynan (lbynn, tanpa vokal lbnn, atau 'Libanon') adalah nama dataran tinggi yang kini berada di tengah-tengah perbatasan antara Asir dan Yaman. Di kaki perbukitan pantai daerah ini, sebuah desa yang bernama Lubayni (lbyny) masih tetap ada. Pohon-pohon araz (cedar) Libanon yang tertulis dalam Bibel mestinya adalah tumbuhan jenever raksasa Lubaynan di Arabia Barat, dan salju Libanon yang dikatakan dalam Kitab itu, tidak disangkal lagi adalah salju setempat (lihat Bab 2).
8. Carmel di Arabia Barat adalah Kirmil (juga krml), yang disebutkan dalam kamus geografi Arab Yaqut (4:448) sebagai sebuah punggung bukit pesisir di ujung selatan Asir, berbatasan dengan Yaman, sehingga terletak tepat di sebelah barat Libanon Arabia Barat (lihat Catatan 7). Ini menjelaskan mengapa Gunung Carmel kadang-kadang disebutkan sehubungan dengan Gunung Libanon dalam teks-teks Bibel, salah satu di antaranya yang tidak terduga adalah Yesaya 29:17, sb lbnwn l-krml, yang dianggap berarti 'Libanon akan diubah menjadi ladang yang subur', tetapi sebenarnya berarti 'Libanon akan berubah (atau kembali) menjadi Carmel'.
9. Nama-nama tempat yang sepadan dengan kata Ibrani glyl (berarti 'lerengan yang berteras-teras') adalah biasa di dataran tinggi Arabia Barat. Salah satu di antaranya adalah Wadi Jalil (glyl) di Hijaz Selatan, di sebelah Tenggara Taif.
10. Hrmwn dalam Bibel (dalam metatesis dari hrmn atau hmrn) bertahan sebagai nama tidak kurang dari lima tempat di Hijaz bagian selatan dan Asir yang bernama Hamran atau Khamran.
11. Wadi Adam, yang bersumber di dataran tinggi mengalir ke arah Laut Merah, kadang-kadang disebut di dalam Bibel Ibrani sebagai nhr prt, yang membuatnya mudah dikelirukan dengan Furat (Efrat) Mesopotamia. Kebingungan ini diperbesar oleh deskripsi nhr prt sebagai h-nhr h-gdwl, 'sungai besar' dalam Kitab Bibel, dan Wadi Adam merupakan salah satu wadi yang mengalir ke laut yang terbesar di Arabia Barat. Sebenarnya nama menurut Bibel Wadi ini berasal dari nama desa yang kini adalah Firt (prt), di wilayah yang sama. Seperti halnya pertempuran Karchemis, pertempuran Karkara (atau lebih tepatnya Qarqara), yang dilakukan oleh bangsa Assyria melawan raja-raja Amat dan Imerisu dan sekutu mereka Gindibu' dari Aribi dan Ahab dari Israil (Ahabu Sir'ila) di pertengahan abad kesembilan S.M., sebenarnya terjadi di Arabia Barat, bukan di sepanjang sungai Orontes di Suria seperti yang biasanya diduga. Amat, yang hingga kini dianggap merupakan sebuah referensi kepada Hamah di lembah Orontes, di utara Suria, sebenarnya kini adalah desa Amt ('mt), dekat Taif, dan tidak jauh dari Karchemis dalam Bibel. Imerisu bukanlah Damaskus Suria, seperti yang diduga tanpa berdasarkan pada alasan apa pun. Di antara beberapa alternatif lainnya di Arabia Barat, diperkirakan Marasha (mrs), di dataran tinggi selatan Asir lah (wilayah Dhahran al-Janub, lihat Bab 3) yang paling besar kemungkinannya. Gindibu' dari Aribi biasanya dianggap sebagai seorang kepala suku Arab dari gurun pasir Suria. Sebenarnya sebuah suku yang bernama Banu Jundub (gndb) masih menempati dataran tinggi Asir Tengah, dan Aribi mestinya kini merupakan 'Arabah ('rbh), sebuah desa di dataran tinggi tempat Banu Jundub masih dapat dijumpai. Karkara sendiri, dalam hal ini, mestinya adalah Qarqarah atau Qarqara (qrqr) masa ini, di pesisir Asir, di pedalaman Qunfudhah, di sebelah Selatan Lith. Ada tiga tempat lainnya yang bernama Qarqar (qrqr) juga di Arabia Barat, dan tidak satu pun yang terletak di wilayah Orontes di Suria. Jika ada kesangsian sehubungan dengan onomastics (ilmu asal kata dan nama) yang berkenaan dengan Pertempuran Karkara, seperti yang telah ditafsirkan secara geografis, lihat catatan-catatan dalam James B. Pritchard, ed., Ancient Near Eastern Texts Relating to the Old Testament (Princeton, 1969; dari sini disebut Pritchard), hal 278-279.
12. Penterjemahan catatan-catatan Mesir (seperti catatan-catatan dalam Pritchard) membingungkan masalah ini dengan jalan mengenali secara tidak teliti nama-nama yang disebutkan dengan nama-nama tempat Palestina dan Suria yang telah diketahui, dan bukan menterjemahkan aslinya, seperti yang seharusnya dilakukan. Sama halnya (seperti dalam Pritchard) dengan catatan-catatan Mesopotamia dan yang lain-lain. Pencarian tempat-tempat yang dibicarakan harus dilakukan dengan bantuan catatan-catatan asli, bukan terjemahannya.
13. Bangsa Mesir juga tertarik untuk menggunakan kayu jenever Asir (bukan kayu jenis cemara (cedar) Libanon) sebagai bahan bangunan, dan guna membangun kapal-kapal mereka, karena kayu cemara (cedar) tidak begitu cocok untuk pekerjaan ini. Untuk melihat kebingungan antara cedar dan jenever, lihat sebutan-sebutan yang relevan dalam Alessandra Nibbi, Ancient Egypt and Some Eastern Neighbours (ParkRidge, N.J. 1981).
14. Perlu dicatat di sini bahwa para sejarawan Arab pada zaman permulaan Islam, yang karya-karya mereka mengabadikan tradisi-tradisi Arab yang berhak menerima perhatian serius, menegaskan bahwa Nebuchadnezzar adalah penakluk Arabia dan menceritakan kisah-kisah penaklukannya di sana.
15. Dinilai melalui Mikha 1:1, ungkapan harapan di 'putri Yerusalem' bertanggalkan abad kedelapan S.M. Sampai kini, ahli-ahli Bibel telah menganggap ungkapan-ungkapan puitis pada Zion dan Yerusalem, sehingga meniadakan keharusan adanya informasi bersejarah yang lebih jauh lagi.
16. Kata-kata itu ditujukan kepada Sennacherib, raja Assyria (704-681 S.M.).
17. Mengenai Sabaoth menurut Bibel sebagai kuil pemujaan Yahweh utama di dataran tinggi Asir (kini desa al-Sabayat, bandingkan dengan 'lhy sb'wt atau yhwh sb'wt dalam bahasa Ibrani), lihat Bab 12.
18. Karir kenabian Zakaria bertepatan dengan awal kekuasaan raja Achaemenid Darius I (522-486 S.M.), ini jelas diketahui dengan disebutnya Darius dan tahun-tahun kekuasaannya dalam teks ramalan-ramalan Zakaria. Karena Zakaria 9:13 berbicara mengenai ywn, yang dianggap sebagai suatu referensi pada Yunani (bahasa Yunani laones), bab ini dan bab-bab berikutnya dalam Zakaria dihubungkan oleh para kritikus dengan seorang penulis lain dari zaman yang lebih baru (akhir zaman Achaemenid atau awal zaman Hellenis). Sebenarnya, kata Ibrani ywn hanya dapat merupakan sebuah referensi pada Yunani dalam Daniel. Di tempat lain dalam Bibel Ibrani, kata ini berkenaan dengan apa yang kini adalah desa-desa Yanah (yn), dekat Taif, di sebelah selatan Hijaz. atau desa Waynah (wyn) di lereng barat Asir, di wilayah Bani Shahr. Zakaria tampaknya adalah salah seorang Israil yang kembali dari Persia atau Babilon ke Arabia Barat pada awal zaman Achaemenid (lihat teks). Kecewa dengan apa yang ia temukan di sana, mungkin menyebabkan ia mengalihkan perhatiannya dari Zion dan Yerusalem lama di Arabia Barat ke suatu impian sebuah Zion dan Yerusalem yang baru di Palestina yang lebih menguntungkan.
19. Pergeseran bahasa yang berturut-turut, yang mempengaruhi negara-negara di Timur Dekat yang mengelilingi gurun Suria-Arabia yang luas itu, mestinya berhubungan dengan serangkaian gelombang pendudukan oleh suku-suku pengembara dari gurun tengah di daerah-daerah tetap di sekelilingnya. Bahasa Kanaan, tampaknya, adalah bahasa populasi kesukuan dan tetap yang asli di dataran tinggi Barat di tepian gurun Suria-Arabia, di Suria, seperti halnya di Arabia. Penduduk baru gurun, sejak dahulu, memperkenalkan bahasa Aram di sana, dan juga di Mesopotamia. Perkampungan-perkampungan yang menyusul di daerah-daerah sama yang didirikan oleh berbagai suku gurun yang berbahasa Arab memperkenalkan bahasa Arab. Sebagai sebuah bentuk bahasa induk Semit, bahasa Kanaan, bahasa Aram dan bahasa Arab dapat dipandang sebagai bahasa-bahasa yang sama tuanya, walaupun secara linguistik bahasa Arab dipandang sebagai yang tertua di antara ketiganya.
20. Sebuah tanda dari ini (di samping bunyi-bunyi vokal) adalah pemakaian pelunakan dari k tidak bersuara dalam bahasa Aram, jika didahului oleh sebuah vokal, menjadi bunyi desahan h (dgn topi bawah) tidak bersuara, yang tidak pernah diakui kebenarannya oleh penyuaraan yang sebenarnya dari nama-nama tempat menurut Bibel di Arabia Barat yang bertahan, yang menempatkan h (dgn topi bawah) selalu merupakan suatu pengucapan alternatif dari bunyi desahan yang lain, yaitu h (dgn titik bawah).
21. Sejumlah suku Arabia Barat, yang kini bukan merupakan kaum Yahudi, menegaskan bahwa kemungkinan kecil mereka pada mulanya merupakan orang-orang Yahudi, dan ada keyakinan setempat bahwa tanah Bibel para nabi terletak di sana. Adat dan pengetahuan kesukuan Arab mengingatkan bahwa kaum Yahudi menempati pegunungan Hijaz (sic) sewaktu bangsa Arab masih berada di gurun pasir, dan bahwa kaum Yahudi-lah yang pertama kali memelihara unta. Lihat Alois Musil, The Manners and Customs of the Rwala Bedouins (New York, 1928), hal. 329-330.
22. Mengenai nhrym dan prt, lihat di atas, Catatan 3 dan 11. Mengenai ksdym, lihat Bab 13. Walaupun msrym dalam Bibel kadang-kadang menunjukkan Mesir, lebih sering kata ini menandakan sebuah kota atau wilayah di Arabia Barat, di pedalaman Asir, lihat Bab 4, 13 dan 14.
23. Lihat Diskusi ringkasan dari isi topografi surat gulungan di Emil 6. Kraeling, Rand McNally Bible Atlas (New York, 1962; selanjutnya disebut Kraeling), halaman. 66-68.
24. Pekerjaan para ahli purbakala Keinjilan di Palestina sebenarnya menjadi sasaran kecaman-kecaman keras. Menulis pada tahun 1965, Frederick V. Winnet mengatakan bahwa 'fondasi dari beberapa gedung besar yang didirikan oleh para sarjana Perjanjian Lama baru-baru ini ... berada dalam keadaan yang buruk dan memerlukan reparasi yang ekstensif'. (Journal of Biblical Literature, 84 (1965); halaman 1-19). Pandangan Profesor Winnet didukung oleh beberapa ahli Keinjilan ternama lainnya seperti J. Maxwell Miller dan H.J. Franken.
25. Goshen (gsn), Pithon (ptm), dan Raamses (r'mss) yang disebut dalam kitab Kejadian dan kitab Keluaran sehubungan dengan menetapnya masyarakat Israil di tanah msrym belum pernah ditempatkan secara memuaskan di Mesir (lihat catatan dalam J. Simons, The Geographical annd Topographical Texts of the Old Testament... (Leiden, 1959; seterusnya disebut Simons), yang melakukan beberapa pengenalan percobaan). Ada dua kemungkinan untuk Goshen (Ghatan, gtn, dan Qashanin, qsnn, jamak dari qsn), sebuah Pithom (Al Futaymah, ptym, tanpa vokal ptm) dan sebuah Raamses (Masas, mss) masih dapat dijumpai di pedalaman Asir, di wilayah msrym Arabia Barat. R' yang pertama dalam r'mss (Raamses) mungkin adalah nama seorang dewa. Dalam bentuk Ra' atau Ra'i, r' itu tampil sebagai bagian pertama dari sejumlah nama tempat Arabia Barat.
26. Lain dari Bibel Ibrani, yang mengisahkan cerita lengkap kaum Israil kuno dari asal mulanya yang legendaris sampai pada abad ke-5 S.M., catatan-catatan bersejarah lainnya dari pelbagai negara di Timur Dekat hanya menceritakan potongan-potongan sejarah --daftar-daftar para raja, kisah-kisah ekspedisi militer tertentu, perjanjian-perjanjian perdamaian dan hal-hal yang seperti itu-- dan tak pernah mengisahkan cerita-cerita lengkap mengenai suatu bangsa, negara atau kerajaan tertentu.
27. Lihat terjemahan papirus-papirus Aram dari abad ke-5 S.M. yang berkenaan dengan masyarakat Yahudi Elephantine (nampaknya sebuah koloni militer dari zaman Achaemenid) dalam Pritchard, hal. 491-493, 548-549. Sejumlah papirus tersebut menyinggung masalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aram yang menetap di sana pada zaman purbakala. Yang menarik adalah bahwasanya papirus-papirus ini berbicara mengenai orang-orang Yahudi, bukan orang-orang Israil.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM By Ana A, Apriyati, Muhammad & Siti Khotipah
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.
Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsure kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi, dan lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubunkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsure sebagai kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap dan membudayakan wahyu.
Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil. Semua itu bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan baru. Misalnya, mungkinkah penemuan baru itu dilakukan oleh ulama islam?.
 Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain
Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainny.
Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
 Sesi pertanyaan
1. Manusia pada dasarnya diciptakan dimuka bumi ini sebagai khalifah, apabila manusia tidak pernah menjadi pemimpin apakah menyalahkan hakikat sebagai manusia? Dan mengapa sampai bisa orang itu mabuk atau membunuh ?( Tryan Erlangga )
2. Kenapa al-Quran tidak menjelaskan secara rinci asal-usul kejadian manusia, tetapi al-Quran hanya menjelaskan prinsip-prinsip seperti apa yang dijelaskan oleh al-quran tentang manusia? ( Siti Anisa )
3. Kenapa makhluk gaib memiliki kelebihan yang lain tetapi manusia tidak bisa seperti itu ? dan apakah dajal dapat disebut sebagai khalifah ? ( Mega Cari )
4. Kenapa zahir ayat yang menyatakan bahwa allah itu menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki allah pasti akan terwujud seketika ? ( Rizal Taufik )
5. Adakah ilmu selain dari ilmu Allah ? ( Rida Dwi Maharani )
6. Apakah matematika, ilmu pengetahuan sosial, fisika termasuk ilmu Allah ? ( Dimas Ramadani ) Asal Usul Al kitab
Written by admin on September 12th, 2007
Dalam Ilmu Kristologi hal yang sering diperhatikan oleh kalangan yang mendalami ilmu ini (kristologi) adalah Bible kitab suci kalangan kristen dan yahudi, Nama “Bible” diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan kata Arab “Al-Kitab,” nama yang dapat menyesatkan orang yang kurang mengerti, karena nama itu dapat juga diartikan “Antara lain Quran.” Mungkin sekali dipilihnya kata Al-Kitab karena Al Quran menamakan Ahl el-Kitab umat-umat yang telah diberi petunjuk Ilahi, seperti ummat Nabi Musa dan Nabi Isa, tetapi tidak menerima Nabi Muhammad s.a.w.
Bible terdiri dari buku-buku kanonik, yaitu buku-buku yang dianggap suci oleh gereja pada umumnya. Kalimat “kanon” berarti “wet keagamaan (kudus),” sedangkan kalimat Arab “qanun” berarti “wet bukan keagamaan (administrative).”
Bible terbagi atas “Perjanjian Lama,” yaitu juga kitab sucinya ummat Yahudi, dan “Perjanjian Baru,” yaitu kitab-kitab yang diterbitkan oleh gereja Nasara kuno
“Perjanjian Lama” terdiri dari lima kitab yang katanya berasal dari Nabi Musa, dan yang dinamakan Thora (Taurat,Torat) atau Pentateuchus, 17 aneka kitab (Ketubim), termasuk Zabur, dan 17 kitab nabi-nabi (Nebiim). “Perjanjian Lama” ini disusun oleh banyak orang selama berabad-abad; bagian-bagian yang termuda bertarikh kira-kira dari tahun 300 S.M. Kelima kitab Pentateuch itu, ialah Kitab Kejadian (Genesis), Kitab Keluaran (Exodus), Kitab Imamat orang Lewi (Leviticus), Kitab Bilangan (Numeri) dan Kitab Ulangan (Deuteronomium).
“Perjanjian Baru” terdiri dari 4 buah karangan Injil, yaitu masing-masing dari Matius, Markus, Lukas dan Yahya, lalu Kisah perbuatan Rasul-rasul, 21 buah Surat kiriman termasuk 14 buah dari Paulus, dan sebuah bab Wahyu. “Perjanjian Baru” ini tersiar antara akhir abad pertama dan akhir abad II, dan tersusun pada akhir abad IV.
Autographa, yakni naskah-naskah asli, dari “Perjanjian Lama” dan “Perjanjian Baru” tidak ada; hanya ada aneka codices, yakni salinan-salinan kuno, yang berlain-lainan, dan oleh karenanya senantiasa menderita perubahan dalam teks dan terjemahannya.
Adapun riwayat perkembangan terjemahan, baik terhadap naskah maupun makna berubah-ubah.1 Pada tahun 1881 ketika para penterjemah Protestan dari King James Version of the Bible (1607 - 1611) dapat memeriksa Codex Alexandrinus dan Gereja Timur dan Codex Vaticanus dan Roma yang sebelumnya orang di luar Gereja Roma Katolik tidak bolehkannya, dan setelah para penterjemah di atas menyusun kembali manuscript-manuscript Yunani, menemukan 6000 kesalahan dan seperempat dari padanya berubah maknanya. Ini oleh karena digunakan salinan lain dan salinan naskah Yunani yang asli. Mereka mengunakan naskah Yunani yang salah dan Etienne (1550).
Tentang hal ke-empat Injil (berita baik) yang kanon, tertulis dalam bahasa Yunani sehari-hari (Griek Koine), ini dikenal orang dalam sesuatu bentuk pada abad kedua sebagai kisah-kisah belaka. Menurut Peak’s Commentary on the Markus kira-kira tahun 65 - 70; Matius kira-kira 85; Lukas kira-kira 90 - 95; Yahya kira-kira 110. Karena ummat Nasrani kuna percaya bahwa akhir zaman sudah sangat dekat, maka tidak terdapat tulisan-tulisan yang berupa sesuatu standard. Semula juga dinamakan tulisan-tulisan (injil) ini “memoires” yakni kisah-kisah, belum dikandung maksud menamakannya “injil.” Lambat-laun tulisan-tulisan membanyak, hingga timbul pertentangan-pertentangan mana yang suci (Kanon) dan mana yang harus diragukan/ditolak (apocrypha), hal mana didiskusikan di beberapa muktamar gereja.
Baru pada Muktamar Kartago yang Ketiga pada tahun 397, dimana turut hadir Agustinus, dapat dipastikan Kanon dan Perjanjian Baru. Menurut Al-Haj Khwaja Nazir Ahmad “Jesus in Heaven on Earth,” halaman 14 dan 15, cara menentukan Kanon agak menggelikan. Para uskup pada muktamar, meskipun bersembahyang terus-menerus dengan khusyuknya, tak dapat berkat Ilahi akan suatu keputusan yang sama.
Akhirnya, atas saran dari pada seorang uskup, segala kitab diletakkan di atas sebuah meja dan para uskup duduk di sekitarnya dengan mata tertutup, sambil memohon petunjuk Ilahi atas nama Yesus Kristus. Ketika selesai bersembahyang dan membuka mata ditemukan di atas meja ke-empat injil dan kitab-kitab keajaiban yang Kanon dari Perjanjian Baru.
Seorang dalam kamar yang membuat keajaiban itu atas nama Yesus Kristus: demikianlah terjadi penemuan Kanon dari Perjanjian Baru.
Pembagian atas bab-bab dilaksanakan oleh Kardinal Hugo de S. Caro pada tahun 1236, dan pembagian atas ayat-ayat oleh Robertus Stephanus pada tahun 1551.
Salinan tulisan tangan (codices) dalam bahasa Yunani sehari-hari yang tertua ada tiga buah: (1) Codex Sinaiticus atau Alpha yang ditemukan oleh Tischendroff di Jabal Sina pada tahun 1859 dan yang katanya dari abad IV. (2) Codex Alexandrinus yang ditemukan oleh Cyril Luker, Patriach dari Konstantinopel (Istambul), pada tahun 1621 dan yang katanya dari abad V, sekarang berada di British Museum, (3) Codex Vaticanus yang katanya dari abad IV. Masing-masing yang tersebut itu tidak lengkap dan berlain-lainan. Tulisan tangan (manuscript) yang dikenal sebagai Codex Ephraemi Syri dan Codex Bezae mempersulit banyak hal, karena perbedaan-perbedaan dalam perkara-perkara yang penting2
Misalnya Kisah Perbuatan Rasul-rasul 1:1-3. “I Composed the first book, O Theophilus, on all that Jesus, from the beginning, did and taught, until the day when, having given command to the apostles, whom he had chosen by the Holy Spirit, he was taken away. They also it was to whom he presented himself alive after his passion by many proofs…” (Codex Alexandrinus).
“I composed the first book, O Theophilus, on all that Jesus, from the beginning did and taught, until the day when he was taken away, having given command to the apostles whom he had chosen by the Holy Spirit, and to whom he gave orders to preach the Gospel.. They also it saw to whom he presented himself ..” (Codex Bezae)
Kedua naskah tersebut tidak sama. “He was taken away” dalam Revised Standard Version “he was taken up” kedua-duanya artinya “ia diangkat, dinaikkan,” dan di Al-Qur’an 4:158 “Allah (SWT) mengangkatnya kepadaNya,” semua ini tidak mengatakan bahwa Yesus terbunuh mati. Nyatalah bahwa ayat “he gave orders to preach the Gospel,” adalah tambahan belaka.
Fasal 5:7 dari “Surat Kiriman Yang Pertama dari pada Yohanes” dari “Authorized King James Version” yang berbunyi: “Karena tiga yang menjadi saksi disurga, yaitu Bapa dan Kalam dan Rohulkudus, maka ketiganya itu menjadi satu” tak dapat ditemui dalam codices yang lebih tua, pun tidak dalam terbitan akhir, yakni dalam “Revised Standard Version.”
Pula dalam Matius 28:19 dan Markus 16:15, 16 yang suruh jadikan sekalian bangsa, murid serta membaptiskan dengan nama Bapa, dan Anak dan Rohulkudus, adalah ayat tambahan belaka di kemudian hari, karena ayat-ayat tersebut tidak terdapat dalam codices yang lebih tua. Ayat-ayat inilah yang menyebabkan ajaran Kristus yang semula hanya terbatas kepada Bani Israil, menjadi missionary dan dari Monotheisme menjadi Trinitarisme.
Terjemaan Latin, termasuk Vulgata, terbagi atas golongan Afrika dan golongan Eropa. Codex Babiensis, Codex Palatinus, Codex Floriacenis dan beberapa lagi termasuk golongan Afrika, sedangkan Codex Vercellensis, Codex Veronansis, Codex Monacensis dan lebih kurang 8.000 manuscript lagi termasuk golongan Eropa. Ada lagi terjemahan-terjemahan Syriac (Siryani), Mesir, Armani, Habasyi, dan sebagainya.
Di bawah Kardinal Ximenes dicetak pada tahun 1514 Perjanjian Baru dalam bahasa Griek. Pada tahun 1516 Erasmus keluarkan terbitan lain. Pada tahun 1551 dan dicetaknya pada tahun 1624 Stephanus mengeluarkan naskah baru yang berayat.
Sebagai hasil dan penyelidikan atas tulisan-tulisan tangan kuna timbul pada tahun 1881 naskah dari Westcott and Host, dan pada tahun 1901 dari Nestle; kesemuanya ini menyebabkan tambahnya kekusutan. Perbaikan naskah terus-menerus terjadi hingga saat ini, berkat ijtihad dan kemajuan para penterjemah dalam bahasa Griek, dan bahasa-bahasa kuna lain. Kata “parakletos” yang semula diterjemahkan “Comforter, Trooster, Penghibur” kemudian diperbaiki dengan “Counsellor, Penolong (pembela perkara, lihat halaman 184 “Tafsiran Injil Yahya” oleh Dr. J. Verkuyl). Pembela perkara Yesus di hadapan ummat Yahudi yang menolaknya sebagai Al-Masih tidak lain adalah Nabi Muhammad s.a.w. yang digelari Al-Amien (Roh Kebenaran - Bible).
Walaupun para theolog semua mengetahui tentang sejarah Bible dengan kerusakan-kerusakannya, namun Gereja Reformasi tetap berpegang teguh padanya. Katanya “sola Scriptura,hanya Kitab Suci,” yakni bahwa Bijbel itu adalah satu-satunya pedoman dan satu-satunya batu-ujian, pada mana harus di-ukur hayat Nasrani. Apa yang bagi Gereja Roma-Katolik merupakan “tradisi gereja” adalah bahwa Gereja Roma-Katolik mempersamakan kekuasaan tradisi gerejanya dengan kekuasaan Kitab Suci. Dengan kata lain bahwa tradisi mempunyai kekuasaan de facto atas Kitab Suci, dan sesungguhnya tradisi Roma-Katolik telah mendesak kekuasaan Bible, walaupun dibantahnya.
Adapun Sekte-sekte Kristen lain yang bergereja sendiri-sendiri, seperti “Pantekosta,” “Advent,” “Christian Science,” “Saksi Yehova,” dan seterusnya, jemaatnya mempunyai, di samping Bible, juga kitab sucinya masing-masing, jadi tidak lagi “sola Scriptura.”, Buku ini merupakan pegangan wajib bagi kalngan yang mempelajari ilmu krstologi, dan dapat mendownload buku islami ini gratis dibawah in
DARI SUHENDRO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar